Beberapa ikat batang menyerupai tumbuhan jagung berjajar rapi di teras depan rumah Devi Aprilianti alias Ivy. Batang-batang tersebut berwarna dominan hijau muda. Tak hanya bentuknya, aroma batang-batang tersebut juga sangat mirip dengan batang tanaman jagung.
Ivy kemudian mengambil beberapa batang dan memotongnya di bagian tengah. Saat badan batang terbuka, ada bagian menyerupai tepung terigu namun memiliki tekstur lebih padat dan sedikit basah.
Saya mencoba mencicip tepung tersebut. Ternyata rasanya sangat gurih.
Ini namanya turubuk, banyak dibudidayakan di daerah Loji, Karawang, jelas Ivy.
Wanita asal Karawang yang berprofesi sebagai pembuat kue, termasuk bolu turubuk ini mengatakan, ada sebuah bukit di Loji yang digunakan masyarakat sekitar untuk membudidayakan turubuk.
Kawasan Loji letaknya cukup jauh dari rumah Ivy yang berlokasi di Karawang Barat.
Kalau dengan kendaraan pribadi bisa sampai dua jam menuju ke sana. Apalagi jalanan menuju ke sana juga masih jelek, papar Ivy.
Menurut Ivy, masyarakat Loji kerap memakan turubuk sebagai lalapan. Turubuk akan dicocol dengan sambal dan dinikmati bersama lauk pauk lain dan nasi hangat. Terbayang nikmatnya.
Sebagian masyarakat juga kerap memanggang turubuk dalam kondisi kulit masih tertutup sebelum menyantapnya sebagai lalapan. Ivy menyebut rasanya akan mirip seperti jagung bakar.
Ada juga yang memasaknya jadi sayur lodeh, atau dicampur telur lalu digoreng dan digunaan sebagai lauk, kata Ivy.
Menurut Ivy, meski banyak ditemui di Loji Karawang, turubuk belum terlalu populer bagi masyarakat Karawang di luar Loji. Bahkan turubuk biasanya dijual ke Jakarta atau Bogor.
Mereka itu (masyarakat Bogor dan Jakarta) suka jadiin sayur pengantin namanya atau sayur lodeh. Ada juga yang memasaknya jadi pais (pepes) yang dicampur dengan ikan atau ayam, lanjutnya.
Menurut Ivy, sebenarnya turubuk juga bisa ditemui di Jawa dan Purwakarta. Di Jawa turubus sering disebut sayur lilit, sedangkan di Purwakarta kerap disebut turubus.
Tapi kalau yang memang membudidayakan ya di Loji. Karena tanahnya dan cuaca memang cocok. Tapi turubuk itu kalau musim panas seperti ini sedikit mahal. Kalau musim hujan satu gedeg (ikat) hanya Rp 40.000. Kalau musim panas begini, terakhir saya beli Rp 150.000, papar Ivy.
Bagaimana, tertarik mencicipi turubuk?
Comments
Post a Comment