Ngabuburit atau kegiatan mengisi waktu menjelang buka puasa di bulan Ramadhan dapat dilakukan dengan beragam cara. Ada yang memilih berjalan-jalan di berbagai tempat wisata, berkeliling mencari makanan takjil, atau berkeliling ke berbagai pusat perbelanjaan.
Namun tradisi ngabuburit warga Jakarta masa lalu tak seperti sekarang. Menurut sejarawan, penulis, sekaligus pendiri penerbitan Komunitas Bambu, JJ Rizal, sekitar tahun 70-an, warga Jakarta lebih memilih menunggu waktu berbuka puasa dengan melakukan aktivitas sembahyang di rumah atau melakukan kegiatan berkelompok bersama warga kampung.
Ya ada, jadi walaupun ada yang bilang tidur saja lebih baik daripada menimbulkan dosa gitu ya, tapi ngabuburit itu bisa dilakukan macem-macem. Misalnya dulu ada ngabuburit digunakan untuk menyiapkan aneka macam permainan. Misal para remaja mempersiapkan permainan bleguran begitu ya, ujar Rizal saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/5/2019).
Rizal mengatakan, menjelang berbuka para remaja pada masa itu akan pergi ke kebun untuk mencari bambu kentung atau bambu yang memiliki rongga yang besar sebagai bahan dasar membuat bleguran.
Bambu yang besar itu kemudian dimasukkan karbit lalu disundut. Biasanya nanti akan dibawa malam hari. Bleguran juga sering disebut meriam sundut, lanjut Rizal.
Menurut Rizal, meski berbentuk seperti meriam dan menghasilkan suara yang keras, bleguran tidak berbahaya. Para remaja dan warga kampung lainnya akan berkumpul dan menikmati keceriaan membunyikan bleguran bersama.
Sayangnya, lanjutnya, tradisi bermain bleguran kini sudah semakin ditinggalkan dan nyaris hilang. Banyak faktor yang menyebabkan tradisi ini hilang, salah satunya kurangnya lahan terbuka di Jakarta dan budaya warga Jakarta yang mengalami perubahan.
Ia berharap, budaya-budaya semacam ini dibangkitkan kembali. Sehingga nantinya dapat menjadi salah satu bentuk pelestarian atraksi budaya masa lalu warga Jakarta yang dapat menarik minat wisatawan.
Comments
Post a Comment