Pascabencana bulan Juli 2018 lalu, pariwisata di Lombok masih lesu. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik tercatat 5.713 wisatawan mancangera yang masuk melalui Bandar Internasional Lombok pada Januari-Februari 2019.
Jumlah tersebut turun 38,14 persen jika dibanding Januari-Februari 2018 dengan jumlah kedatangan wisman, 11.786 orang.
Dari Asosiasi Agen Perjalanan dan Wisata Indonesia (Asita) pada periode Januari-Februari ini, kunjungan wisatawan domestik juga mengalami penurunan karena imbas kenaikan harga tiket pesawat domestik.
"Untuk periode sekarang, yang paling utama domestik karena domestik itu punya musim kunjungan. Mancanegara itu (musim kunjungan) Juni dan Juli. Penurunan sekarang ini adalah penurunan domestik," kata Ketua DPD Asosiasi Agen Perjalanan dan Wisata Indonesia (Asita) Nusa Tenggara Barat Dewantoro Umbu Joka, dihubungi KompasTravel, Senin (1/4/2019).
Berkurangnya kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik berimbas pada berbagai sektor pariwisata. Salah satu yang paling terasa adalah industri perhotelan di NTB.
"Untuk tingkat okupansi (daerah) Senggigi masih berkisar 20 persen, Gili sekitar 30 persen, dan kota di bawah 40 persen," kata Ketua Indonesian Hotel Manager Association (IHGMA) Chapter Lombok, Erndanda Agung dihubungi KompasTravel, Kamis (4/4/2019).
Keterisian kamar di resor seperti daerah Senggigi dan Tiga Gili diakui Ernanda memang masih lebih rendah dibanding hotel-hotel di kawasan kota seperti Mataram.
Dua hotel di kawasan Kota Mataram, seperti Santika Mataram dan Aston Inn Mataram meski mengalami penurunan tingkat keterisian kamar, masih dapat mencapai di atas 50 persen.
"Untuk Januari tingkat keterisian kamar awal 2019, Januari 61 persen, Februari 66 persen, dan Maret 64 persen. Kalau dibandingkan dengan tahun lalu sebelum gempa memang jauh," kata GM Secretary & Public Relation Hotel Santika Mataram, Beauty Yuliana Subarja dihubungi KompasTravel.
Ia mengatakan sebelum gempa, pada Januari 2018 tingkat keterisian kamar di Santika Mataram mencapai 72 persen.
Aston Inn Mataram, disebutkan oleh Regional Marketing Communication Manager - East Indonesia Archipelago International, Amanda Dianova sejak pertengahan Februari sampai Maret tingkat keterisian kamar hotel berangsur normal, mencapai 80 persen.
"Aston Inn Mataram, periode terendah setelah gempa, Agustus 2018. Waktu itu kira drop akupansi jadi 50 persen dari yang biasa di atas 80 persen. September 2018 sampai Maret 2019 terjadi penurunan okupansi tetapi hanya sedikit," jelas Amanda.
Ia mengatakan audit kelayakan bangunan dan upaya sosialisasi ke tamu bahwa bangunan hotel layak huni pasca gempa terus dilakukan agar tamu merasa aman menginap di hotel.
"Untuk karyawan Santika saat gempa itu dan sampai sekarang bersyukur untuk gaji dan hak karyawan tidak ada satupun dikurangi. Ada berapa hotel yang memperlakukan cuti yang tidak dibayarkan. Jadi masuk seminggu libur seminggu untuk mengurangi beban operational," kata Beauty.
Kebijakan cuti seminggu tanpa dibayarkan juga disebutkan oleh Humas Asita NTB Supratman Samsi.
Pengurangan beban operasional tersebut banyak terjadi di kawasan resor daerah Senggigi dan Tiga Gili yang masih terus berjuang mengembalikan tingkat keterisian kamar seperti sebelum gempa melanda.
Comments
Post a Comment