Pendakian gunung saat ini memang banyak digemari masyarakat. Berbagai kalangan, terutama anak muda kebanyakan melakukan pendakian gunung.
Saat ini, terutama di akhir pekan pun gunung-gunung di Indonesia hampir selalu diserbu oleh banyak pendaki. Terlebih gunung yang pas untuk pendaki pemula, kondisi ramai seolah menjadi sebuah keniscayaan di sana.
Salah satu gunung favorit para pendaki adalah Andong. Gunung dengan ketinggian 1.726 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini hampir pasti menjadi tujuan banyak pendaki ketika hari libur.
Gunung yang berada di perbatasan Salatiga, Kabupaten Semarang, dan Magelang ini memiliki dua pintu gerbang pendakian yang sering digunakan, yakni Sawit dan Pendem.
Medan yang mudah dan singkatnya waktu tempuh menuju puncak menjadi alasan mengapa Gunug Andong digemari banyak orang untuk didaki. Hanya sekitar satu sampai dua jam melangkah, pendaki sudah sampai puncak.
Kompas.com mencoba mendaki Gunung Andong, Sabtu (9/3/2019). Begitu tiba di Basecamp Pendakian Andong via Sawit pada Sabtu malam, kondisi sudah ramai dengan kendaraan yang diparkir di beberapa kantong parkirnya.
Pendaki bisa langsung mendaki atau istirahat dan menata barang bawaan di rumah-rumah peristirahatan yang tersedia. Warga sekitar basecamp memang menjadikan rumahnya sebagai tempat istirahat pendaki Gunung Andong.
Kondisi di puncak Gunung Andong kemungkinan sudah banyak orang karena banyaknya kendaraan yang diparkir malam itu. Kondisi itu membuat pendakian ke puncak lebih baik dilakukan dini hari sehingga tidak perlu berkemah di puncak.
Menjelang dini hari, kondisi basecamp semakin ramai. Ternyata banyak orang yang memutuskan untuk mendaki pada dini hari. Kondisi basecamp pun menjadi begitu ramai oleh para pendaki. Tidur pun rasanya tidak mungkin karena suasana yang ramai.
Sekitar pukul 03.00 WIB, ternyata ada banyak pendaki yang mulai mendaki. Kondisi yang masih gelap membuat para pendaki harus menyalakan senternya untuk menerangi jalan.
Total ada tiga pos yang harus dilalui pendaki jika melewati jalur lama. Setiap pos dilengkapi dengan shelter untuk beristirahat dan tempat duduk. Bahkan di pos I dan II, terdapat warung yang menjajakan makanan dan minuman.
Jarak tempuh menuju puncak Gunung Andong yang singkat semakin dimudahkan oleh adanya sumber air. Dahulu sumber air ini menjadi satu dengan pos III. Namun terjadi longsor sehingga pos III dipindah ke posisi yang lebih atas.
Kawasan puncak Gunung Andong ditandakan dengan bangunan makam Kyai Abdul Faqih atau yang dikenal dengan Ki Joko Pekik. Biasanya ketika ramai, tidak jauh dari makam sudah ada banyak pendaki yang berkemah di sana.
Puncak Gunung Andong pun tak lagi jauh. Hanya satu tanjakan terakhir, maka pendaki akan tiba di puncak Gunung Andong yang memanjang dari barat ke timur. Saat hari libur, wilayah datar di puncak semuanya hampir ditempati oleh tenda-tenda pendaki.
Saking ramainya, pendaki yang ingin berjalan sampai ke plang penanda Puncak Gunung Andong harus mencari celah jalan di antara tenda. Terkadang jika pendaki dari arah berlawanan berpapasan, terjadilah kemacetan.
Jika berharap mendapat ketenangan yang berpadu dengan nyanyian alam, maka hal itu tidak akan bisa ditemukan di Gunung Andong saat hari libur. Meski demikian, keindahan panorama yang tersaji tetap menawan, entah ketika ramai atau sepi.
Enggak nyangka aja seramai itu. Kayak pasar malam. Tapi tetap asyik sih. Pemandangannya bagus soalnya, ujar salah satu pendaki asal Wonogiri, Nur Rohmi Aida saat ditemui Kompas.com di puncak Gunun Andong, Minggu (10/3/2019).
Comments
Post a Comment